Jurnal
refleksi Dwi Mingguan Modul 3.3
Model 4F (Facts, Feelings, Findings, Future).
1. Fact (Peristiwa)
Pada minggu kedua puluh dua ini,
saya telah mengikuti kegiatan pembelajaran modul modul 3.3 tentang pengelolaan
program yang berdampak pada murid. Dalam hal ini dimulai dengan alur MERDEKA
yaitu mulai dari diri, eksplorasi konsep mandiri, dan eksplorasi konsep forum
diskusi membahas mengenai cara membuat program yang berdampak pada murid di
sekolah. Untuk eksplorasi konsep – forum diskusi 3.3.a.4.1 masing masing
jenjang memposting program/ kegiatan yang sudah/ akan dilaksanakan, kemudian
anggota tiap jenjang menanggapinya. Setiap kelompok hanya mendiskusikan sebuah
kegiatan/program sekolah. Kelompok dibagi menjadi 3, yaitu Kelompok
jenjang SD, SMP,dan SMK/SMA. Karena diskusi ini bertujuan untuk mengembangkan
ide dan pemahaman bersama, maka setiap orang diharapkan dapat fokus pada
percakapan yang terjadi dalam thread diskusi daring ini. Dalam hal ini tidak
hanya sekali memberikan komentar. Setiap orang perlu berasumsi bahwa mereka
akan mempelajari sesuatu dalam setiap percakapan tertulis yang ada di LMS
tersebut.
Selama ini dalam merencanakan
dan menyusun program kegiatan di sekolah masih belum dilakukan sesuai tahap
pengelolaan program yang berdampak pada murid tahap-tahap yang seharusnya
dilakukan yaitu
1.
menganalisis aset apa yang dapat dimanfaatkan dalam penyusunan program
yang berdampak pada murid
2.
merencanakan program yang berdampak pada murid dengan tahapan BAGJA
3.
menerapkan manajemen resiko dan mengelola resiko menjadi sebuah
potensi yang berorientasi pada pembelajaran murid
4. melakukan monitoring dan evaluasi dalam pengelolaan program yang berdampak pada muri
2. Feeling (Perasaan yang Dialami)
Perasaan saya selama mengikuti pembelajaran di minggu ini sangat senang dan bersyukur karena mendapatkan pengetahuan, berbagi pengalaman baru serta wawasan tentang cara membuat program yang berdampak pada murid
3. Finding (Pembelajaran yang Didapat)
Pelajaran yang saya dapatkan
pada minggu ini adalah membuat suatu program yang berdampak pada murid dengan
menciptakan lingkungan belajar yang bisa menumbuhkan kepemimpinan murid dalam
proses belajar mereka sendiri. Sehingga murid bisa berpendapat (suara)
menentukan pilihan, dan rasa kepemilikan murid. Materi mengenai pengelolaan
program yang berpihak pada murid ini sangat bermanfaat bagi seorang guru
terutama mengenai menentukan prioritas masalah dan kebutuhan di sekolah. Bentuk
program dan strategi, memilih bentuk program yang efektif dan sesuai dengan
kebutuhan, tahapan pengelolaan program yang efektif dan berdampak, serta
mengevaluasi praktik yang selama ini dijalankan di sekolah, manajemen risiko
dan mengelola resiko. Itu semua menjadi sebuah potensi yang berorientasi pada
pembelajaran murid serta prinsip-prinsip monitoring dan evaluasi, serta
menerapkan dalam pengelolaan program.
Pembelajarn student agency
dari Fasilitator Bapak Imam Sofi’i tentang “Konstruktivisme Vs Behaviorisme
(Determinisme)”. Pada waktu anak saya kedua masih kecil salah satu mainan
favoritenya adalah mainan lego, yaitu sejenis mainan merangkai kotak-kotak
plastic kecil-kecil warna-warni menjadi berbagai bentuk yang disukai seperti
mobil-mobilan, rumah-rumahan, senjata-senjata-an, dst. Contoh kecil ini adalah
contoh dari konstruktivisme, artinya anak-anak merangkai, menyusun, membentuk,
membangun, meng-konstruk sebuah bentuk yang bermakna dari puluhan serpihan
kotak-katak plastic kecil-kecil warna-warni.
Proses pembuatannya tentu
diawali oleh gagasan dari anak itu sendiri, pilihan anak itu sendiri, dan ada
semacam rasa memiliki sebagai karya anak itu sendiri. Sehingga sejak masih
dalam bentuk gagasan, proses pembuatan, hingga hasil akhir semua berada dalam
kendali (control) anak itu sendiri.
Hal ini merupakan benih dari
proses konstruksi-konstruksi berikut dalam diri anak, sehingga ketika kelak
sudah dewasa mampu mengkonstruksi berbagai karya seperti mengkonstruksi
bangunan yang indah, mendesign mobil dan kereta api yang bagus, menulis novel
best seller, dst. yang semuanya diawali dari kesempatan fasilitasi yang
dimiliki anak sehingga ia terus membangun kemampuannya untuk mengkonstruksi.
Oleh karena itulah dalam dunia
pendidikan sangat dianjurkan agar guru memahami dengan baik dan menerapkan
filosofi konstrutivisme ini dalam kegiatan pendidikan dan pembelajaran.
Sehingga guru mampu membangun suasana pembelajaran yang mendorong anak untuk
membangun gagasannya sendiri, berproses sesuai dengan bakat dan minatnya
sendiri, berkarya dengan corak khas tersendiri. Pendek kata semua proses berada
dalam kendali (control) anak.
Hal ini berbeda dengan filosofi
behaviorisme atau determinisme, yang didalamnya peran guru sangat dominan.
Filosofi ini berdasarkan kepada penelitian oleh Pavlov bahwa dengan suatu
kondisi tertentu maka anjing akan melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan
kita. Misal, ketika dibunyikan bel kemudian dilanjutkan dengan anjing diberikan
makanan, maka setelah beberapa kali dilakukan, ketika bel berbunyi, anjing
tersebut menjadi ngiler. Bahkan ketika ia tidak diberikan makan setelah bel
berbunyi. Pengkondisian oleh bunyi bel, mengasosiasi neuron dalam pikiran
anjing tentang makanan. Berdasarkan penelitian ini Pavlov berpendapat bahwa
kondisi tertentu akan mentrigger (memicu) perilaku (behavior) tertentu.
Sehingga proses pendidikan yang baik adalah keberhasilan dalam merubah perilaku
anak sesuai dengan keinginan guru dengan perlakuan tertentu.
Sehingga kendali dalam
pendidikan yang berpegang pada filosofi behaviorisme berada pada guru.
Anak-anak dinyatakan berhasil dalam proses pendidikannya, ketika mereka
berhasil mengerjakan tugas dan soal-soal ujian yang standartnya (ukuranya)
ditentukan oleh guru. Dalam berperilaku, bila anak manut sesuai dengan
keinginan guru maka anak tersebut dinyatakan berhasil, sebaliknya bila tidak
sesuai dinyatakan tidak berhasil. Dengan demikian filosofi behaviorisme kurang menghargai
perbedaan anak, kurang menghargai kerangka berfikir anak yang berbeda-beda,
kerangka bakat dan minat yang juga berbeda-beda, kontruksi yang dibangun anak
sejak kecil yang juga berbeda-beda, seperti layaknya pelangi dengan aneka
warna, atau bunga-bunga yang juga beraneka warna dan aromanya.
Anak-anak bukanlah kertas
kosong, sejak lahir anak-anak sudah dikarunia kecerdasan, minat, dan
kecenderungan yang berbeda. Alangkah indahnya filosofi yang diajarkan oleh Ki
Hajar Dewantara, yang menjadi semboyan kementerian pendidikan dan kebudayaan
sejak awal kemerdekaan, Tut Wuri Handayani
Pada Eksplorasi Konsep Modul 3.3 dijelaskan secara detail tentang *Kepemimpinan Murid (Student Agency). Kita diminta jangan sampai salah konsep, sehingga beranggapan bahwa kepemimpinan murid dalam hal ini dianggap seperti Kegiatan OSIS. Studen Agency dalam hal ini, adalah bagaimana guru membangun lingkungan yang mendorong murid untuk membangun proses belajarnya sendiri seoptimal mungkin mengembangkan kapasitasnya dalam mengelola pembelajaran mereka sendiri.
4. Future (Penerapan ke Depan)
Setelah mengikuti proses
pembelajaran pada minggu ini saya akan mencoba menerapkan pengetahuan yang saya
miliki dalam menyusun rencana program pembelajaran di kelas saya. Saya
akan berusaha belajar menerapkan program yang berdampak pada murid dengan menciptakan
lingkungan yang bisa mengembangkan kepemimpinan murid. Dengan demikian guru
memberikan kesempatan bagi murid untuk terlibat dalam menentukan kegiatan yang
akan dilaksanakan dalam pembelajaran. Setelah mendapatkan materi mengenai
pengelolaan program yang berpihak pada murid, saya juga berusaha untuk
melakukan beberapa perubahan dalam praktik yang saya lakukan. Saya akan
berusaha menerapkan teknik pengelolaan program yang berpihak pada murid
tersebut dalam setiap aktivitas yang saya lakukan dalam merencanakan dan
melaksanakan suatu program.
Mantap Pak Jen
ReplyDeleteBagus pak Zen, sangat menginspirasi saya
ReplyDelete