JURNAL REFLEKSI MODUL 2.3. COACHING UNTUK SUPERVISI AKADEMIK

 

REFLEKSI MENGGUNAKAN MODEL DISCROLL (WHAT - SO WHAT - NOW WHAT)

What

Pembelajaran modul 2.3. memasuki tahap akhir, yaitu Demonstrasi Kontekstual, Elaborasi Pemahaman, Koneksi Antar Materi, dan Aksi Nyata. Pada tahap Demonstrasi Kontekstual, saya melakukan praktik coaching dengan rekan sejawat. Praktik berlangsung secara informal untuk menggali potensi rekan sejawat sebagai coachee dalam menentukan komitmen diri menyelesaikan masalah yang dihadapi. Pada tahap akhir ini, ada sesi elaborasi yang semakin menguatkan pemahaman saya terkait praktik coaching di sekolah kepada guru dan murid. Pada tahap elaborasi oleh instruktur, Monika Irayati, saya mendapat tambahan wawasan terkait coaching. Beberapa di antaranya, yaitu Tut Wuri Handayani mindsetMindset ini menempatkan murid sebagai mitra belajar, mengandung kasih dan persaudaraan, bersifat emansipatif, dan merupakan ruang perjumpaan pribadi. Selain itu juga mendapat wawasan tentang paradigma pendampingan coaching sistem AMONG. Paradigma tersebut meliputi apresiasi, rencana, tulus, dan inkuiri.

So What

Ada perasaan bahagia ketika akhirnya bisa melakukan praktik coaching dengan rekan sejawat. Namun, juga ada perasaan khawatir apabila ternyata hasil praktik coaching yang saya lakukan menurut orang lain masih membutuhkan banyak perbaikan. Selain itu, kekhawatiran juga terkait dengan belum bisanya hasil praktik memotivasi diri meningkatkan kompetensi ke depannya. Karena memang masih dalam tahap latihan. Meskipun demikian, saya melakukannya dengan serius dan persiapan matang. Terlepas dari kekhawatiran itu, setidaknya saya sudah berusaha melakukan praktik coaching dengan sebaik-baiknya. Ada keyakinan perasaan seperti itu pada akhirnya akan perlahan menghilang setelah melalui latihan. Hasil pengamatan pada diri sendiri sebenarnya saya cenderung memiliki prinsip yang penting sudah dilakukan sebaik-baiknya. Perkara bagaimana hasilnya, itu urusan belakang. Saya cenderung seperti ini saat latihan pertama. Saya selalu berpikir bahwa akan ada kesempatan bagi yang mau melakukan perbaikan. Dari latihan praktik coaching tersebut, ada hal yang berubah. Terutama menyangkut pemahaman tentang coaching. Pada awal mempelajari materi sepertinya coaching akan berat dilakukan. Namun, setelah dipraktikkan ternyata bisa. Ke depannya saya menjadi lebih yakin akan lebih mudah karena sudah sering latihan.

Now What

Melakukan hal baru membutuhkan kekuatan dan kemampuan. Tidak terkecuali praktik coaching dalam komunitas sekolah. Beruntung saat sesi praktik coaching di sekolah, teman yang berperan sebagai coachee sangat kooperatif. Oleh karena itu, agar lebih untuk itu saya harus belajar. Sesi elaborasi dengan instruktur adalah saat yang tepat untuk menambah pemahaman. Saya meyakini tambahan informasi dari instruktur akan sangat membantu saya nantinya saat harus melakukan coaching kepada murid. Hal baru adalah terkait penerapan coaching sebagai mindset dalam proses pembelajaran. Pada dasarnya coaching sudah dilakukan, sehingga dengan perubahan mindset dapat menjadikan coaching sebagai pembiasaan. Pelaksanaan coaching dalam komunitas di sekolah tentu tidak bisa sendiri. Sebagai kegiatan yang kolaboratif, praktik coaching membutuhkan dukungan dari banyak pihak terkait. Bentuk dukungan yang saya harapkan adalah adanya masukan terhadap praktik coaching yang saya lakukan. Selain itu, dukungan berupa komitmen dari rekan sejawat untuk terus terlibat dalam kegiatan coaching. Baik itu sebagai coachee maupun coach. Ini merupakan dukungan utama agar praktik coaching menjadi budaya positif dalam komunitas di sekolah. Dukungan dari pihak sekolah juga sangat dibutuhkan dalam bentuk izin menyelenggarakan coaching maupun penguatan terhadap komunitas yang ada. Selain itu, dukungan dari orang tua berupa peran aktif memberikan laporan terkait permasalahan anaknya selama belajar di rumah.

Rencana terdekat adalah melakukan latihan coaching lagi dengan murid sebagai coachee. Hal ini saya lakukan agar setelah selesai mengikuti program ini akan mampu memiliki kompetensi coaching murid yang lebih baik. Sedangkan hal baik yang bisa saya bagi kepada rekan sejawat di sekolah adalah bahwa praktik coaching ini sangat membantu guru dan murid dalam menyelesaikan masalah oleh dirinya sendiri berdasarkan potensi yang dimiliki. Selain itu, dengan adanya jadwal berbagi dalam komunitas praktisi akan membuat praktik coaching ini sebagai budaya positif di sekolah.

COACHING UNTUK SUPERVISI AKADEMIK

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 2.3. COACHING UNTUK SUPERVISI AKADEMIK



DEFINISI COACHING:
"Coaching merupakan proses kolaborasi yang fokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri pertumbuhan pribadi dari sang coachee." (Grand, 1999).

PARADIGMA BERPIKIR COACHING :

1. Focus pada coache yang akan dikembangkan
2. Bersikaf terbukan dan ingin tahu
3. Memiliki kesadaran diri yang kuat
4. Mampu melihat peluang baru dan masa depan

PRINSIP COACHING :

A. KEMITRAAN : dalam coaching posisi coach terhadap coache adalah Mitra ,artinya setara ,tidak ada yang lebih tinggi maupun lebih rendah .
B. MEMAKSIMALKAN POTENSI : untuk memaksimalkan potensi dan rekan sejawat ,percakapan perlu diakhiri dengan suatu rencana tindak lanjut yang diputuskan oleh rekan yang dikembangkan
C. PROSES KREATIF : proses kreatif ini dilakukan melalui percakapan yang dua arah memicu proses berpikir coache memetakan dan menggali situasi coache untuk menghasilkan ide -ide baru .

KOMPETENSI INTI COACHING :

PRESENCE ( KEHADIRAN PENUH ) : Kemampuan untuk bisa hadir dalam keadaan Normal badan,pikiran dan hati saat melakukan percakapan coaching .
MENDENGARKAN AKTIF : Seorang coach yang baik akan mendengarkan Lebih banyak dan lebih sedikit berbicara ,focus dan pusat komunikasi adalah pada diri coache .
MENGAJUKAN PERTANYAAN BERBOBOT : Pertanyaan yang diajukan dapa menggugah orang untuk berpikir ,menstimulasi pemikiran coache ,memunculkan hal hal baru, serta mengungkap emosi coache.

PERCAKAPAN MODEL ALUR TIRTA :

T : TUJUAN : coach harus menanyakan Tujuan utama seoarang coache.
I : IDENTIFIKASI : Proses menggali semua hal yang terjadi pada diri coache .
R : RENCANA AKSI : coach membantu coache dalam memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan dijadikan sebuah rancangan aksi .
TA : TANGGUNG JAWAB : Komitmen Coache dalam membuat sebuah rencana aksi dan menjalankannya

SUPERVISI AKADEMIK DENGAN PARADIGMA BERPIKIR COACHING

Sepervisi akademik perlu dimaknai secara positif sebagai kegiatan berkelanjutan yang meningkatkan kompentensi guru sebagai pemimpin pembelajaran dalam mencapai tujuan pembelajaran yaitu pebelajaran yang berpihak kepada peserta didik. Prinsip prinsip supervise akademik dengan paradigma berpikir coaching meliputi : kemitraan ,konstruktif ,terencana, reflektif, objektif, berkesibnambungan dan komprehensif. Tahapan dalam supervise akademik meliputi : Pra -Observasi ,Obesrvasi dan Pasca Observasi .

PENGALAMAN REFLEKTIF TERKAIT PENGAKAMAN BELAJAR :

  • EMOSI YANG DIRASAKAN : Saya merasa Tertantang untuk lebih banyak belajar tentang coaching sebab ini bis akita gunakan untuk mengindentifikasi dan memahami keadaan peserta didik kita di sekolah .
  • YANG SUDAH BAIK YANG PERLU DIPERBAIKI : Saya mendapatkan pemahaman coaching yang sudah dipraktekkan. Yang perlu saya perbaiki dalam coaching adalah memberikan pertanyaan yang berbobot .
  • IMPLIKASI TERHADAP KOMPETENSI DIRI : Saya mendapatkan sebuah Tekhnik Belajar yang baru dan ingin memanfaatkannya di sekolah dan orang orag sekeliling saya .

ANALISIS UNTUK IMPLEMEMTASI DALAM KONTEKS CGP :

  1. Sebagai seorang coach kita harus memunculkan pertanyaan yang berbobot untuk menggali semua potensi coache
  2. Dalam mengelola materi ajar kita sebagai CGP harus lebih kreatif dan menumbuhkan ide ide baru yang akan memancing semua rekan sejawat untuk lebih giat dalam pembelajaran di sekolah
  3. Tantangan terbesar kita sebagai seorang calon guru penggerak adalah harus siap tampil lebih baik dari teman teman yang lain yang penuh dengan kreatifitas yang luar biasa
  4. Untuk melawan arus tantangan ini kita sebagai cgp harus membuat suatu terobosan baru yang memunculkan hal hal yang sangat bermanfaat baik untuk diri sendiri maupun untuk sekolah dan seluruh Rekan sejawat.

KONEKSI ANTAR MATERI :

  • PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI : dalam pembelajaran berdiferensiasi diadakan pemetaan dengan tiga cara : minat siswa ,kebutuhan belajar ,dan profil pelajar siswa . Pemetaan ini digunakan seorang coache dalam proses coacing kepada murid sehingga murid mampu mengoptimalkan potensi diri untuk menemukan solusi terbaik .
  • PEMBELAJARAN SOSIAL EMOSIONAL : Kompetensi Sosial dan emosional yaitu kesadaran diri ,pengolahan diri ,kesadaran social ,keterampilan berelasi dan pengambilan keputusdan yang bertanggung jawab . KSE digunakan sebagai coach dalam proses coaching terhadap coache agar terjadi pengendalian diri dan emosi untuk coach dan coache serta menimbulkan rasa empati dan rasa social serta mengambil keputusan yang tepat . 
KETERKAITAN COACHING DENGAN PENGEMBANGAN KOMPETENSI SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN:

Untuk mewujudkan pembelajaran yang berpihak pada murid diperlukan kerja keras dan komitmen dari seorang guru untuk memberikan yang terbaik bagi murid-muridnya. Salah satu caranya yaitu dengan terus meningkatkan kompetensinya. Guru dituntut untuk mengetahui dan memenuhi kebutuhan belajar tiap murid yang berbeda-beda dengan memberikan pembelajaran berdiferensiasi. Guru harus bisa mengenali emosi dan membangun hubungan sosial-emosional dengan murid, dan juga guru harus bisa menjadi seorang coach bagi murid-muridnya dalam rangka mengembangkan segala potensi yang ada pada murid. Guru yang berperan sebagai coach menunjukan sebuah pembelajaran yang berpihak pada murid. 

Mulai Dari Diri Modul 2.3. Coaching Untuk Supervisi Akademik

 


Pertanyaan-pertanyaan reflektif sesi mulai dari diri:

1.      Selama menjadi guru, tentunya pembelajaran Anda pernah diobservasi atau disupervisi     oleh kepala sekolah Anda. Bagaimana perasaan Anda ketika diobservasi?

Selama menjadi guru dan ketika diobservasi atau disupervisi oleh kepala sekolah atau pengawas sekolah, perasaan saya merasa cemas, gugup, dan grogi karena saya merasa akan dinilai kelengkapan administrasi dan cara mengajar saya. Kekhawatiran ini sebagai kewajaran karena kwatir ada kekurangan dalam kelengkapan dokumen administrasi mengajar atau dalam pelaksanaannya didalam kelas, karena meskipun saya selalu melakukan refleksi setiap melakukan pembelajaran, dengan meminta masukan dari siswa tentang apa yang kurang dari cara saya dalam mengajar, tentang bagian atau materi mana yang belum dipahami guna perbaikan pembelajaran selanjutnya, tetapi karena merasa sedang dinilai terkadang membuat menjadi canggung dan kurang merasa nyaman serta kurang percaya diri.

Banyak hal yang saya temukan ketika disupervisi, utamanya untuk perbaikan pembelajaran saya kedepannya. Refleksi diri sendiri atau pun bersama murid. Masukan bisa menjadi sebuah kritik yang membangun dan saran mengenai proses pembelajaran atau pun perangkat pembelajaran yang dikembangkan yang bisa menjadi ide atau gagasan perbaikan kedepan.

2.             Ceritakan pengalaman Anda saat observasi dan pasca kegiatan observasi tersebut.

Saat observasi, biasanya kepala sekolah atau pengawas memberitahukan dahulu tentang jadwal observasi dan meminta saya melengkapi dokumen-dokumen pembelajaran seperti Rencana program tahunan, program semester, silabus, RPP, jurnal mengajar, daftar kehadiran murid, daftar nilai/kemajuan murid, serta perangkat pendukung lainnya misalnya LKPD, buku ajar, instrument penilaian dan rubrik penilaian. Setelah kelengkapan observasi kelengkapan dokumen, kepala sekolah atau pengawas sekolah melakukan supervise dikelas tentang bagaimana saya melakukan pembelaran sesuai dengan RPP yang telah saya buat sebelumnya.

Pasca kegiatan observasi, kepala sekolah atau pengawas sekolah memberikan umpan balik yang berupa masukan-masukan guna perbaikan pembelajaran selanjutnya. Masukan-masukan tersebut selanjutnya saya catat sebagai bahan refleksi saya guna dilakukan perbaikan dan penyempurnaan.

Setelah saya perbaiki berdasarkan hasil masukan yang telah saya catat sebelumnya, kemudian saya membuat rencana tindak lanut (RTL) dan menyampaikannya Kembali kepada kepala sekolah atau pengawas sekolah.

3.            Menurut Anda, bagaimanakah proses supervisi akademik yang ideal yang dapat membantu diri Anda berkembang sebagai seorang pendidik?

Menurut saya proses supervisi akademik yang ideal adalah supervisi dapat memberikan bimbingan, motivasi dan bantuan teknis  kepada  guru  yang  mengalami  kesulitan  dalam  kegiatan  pembelajaran  sehingga  dapat meningkatkan profesional guru.

4.       Menurut Anda, jika Anda saat ini menjadi seorang kepala sekolah yang perlu melakukan supervisi, dimana posisi Anda sehubungan dengan gambaran ideal di atas dari skala 1 s/d 10? Situasi belum ideal 1 dan situasi ideal 10.

Diposisi 10 (ideal)

5.             Aspek apa saja yang Anda butuhkan untuk dapat mencapai situasi ideal itu?

§  Pengetahuan dan keterampilan melakukan coaching supervisi akademik

§  Pengetahuan dan pemahaman kompetensi guru seperti kompetensi kepribadian, pedagogic, sosial, dan kompetensi akademik sesuai mata pelajaran yang diampuhnya.

§  Kompetensi sosial emosional

 Setelah Anda menjawab pertanyaan-pertanyaan reflektif, tuliskan harapan Anda terkait modul ini :

1.           Apa saja harapan yang ingin Anda lihat pada diri Anda sebagai seorang pendidik setelah mempelajari modul ini?

Sebagai seorang pendidik dan sebagai pemimpin pembelajaran dan pemimpin sekolah dimasa depan, tentunya tidak akan lepas dengan tugas supervisi akademik. Hal ini penting untuk memastikan bahwa pembelajaran yang saya lakukan sudah berpihak kepada murid. Selain itu saya memiliki keterampilan dalam melakukan cooching dalam melakukan supervise akademik, selain itu bertujuan untuk pengembangan kompetensi diri.

2.             Apa saja kegiatan, materi, manfaat yang Anda harapkan ada dalam modul ini?

·           Paradigma  berpikir  Among, 

·           Prinsip  coaching, 

·           Kompetensi coaching,

·           Alur  percakapan  TIRTA  dan 

·           Supervisi  akademik  dengan  paradigma  berpikir  coaching.

Harapannya  setelah  mempelajari  dan  mempraktekkan  beberapa  latihan  percakapan berbasis  coaching  dapat menguatkan perjalanan pembelajaran saya menjadi seorang pemimpin pembelajaran dan kepala sekolah.

 

JURNAL REFLEKSI MODUL 2.2. PEMBELAJARAN SOSIAL DAN EMOSIONAL (PSE)

REFLEKSI PEMBELAJARAN SOSIAL DAN EMOSIONAL



Pada refleksi kali ini saya mencoba menggunakan Model Driscoll yang biasa kita kenal dengan model "WHAT ?" dengan tahapan sebagai berikut :

WHAT? (Deskripsi dari peristiwa yang terjadi); apa yang terjadi, apa yang saya dengar, saya lihat, dan saya alami, serta apa reaksi saya pada saat itu.

SO WHAT? (Analisis dari peristiwa yang terjadi); bagaimana persaan saya, apa yang berubah dari pendapat, pemikiran, atau apapun diyakini sebelumnya.

NOW WHAT? (Tindak lanjut dari peristiwa yang terjadi); dukungan apa yang dibutuhkan untuk menindaklanjuti refleksi saya, bagaimana yang saya kerjakan dahulu, hal baru apa yang saya bagikan.


Hasil Refleksi:

WHAT (Deskripsi peristiwa yang terjadi)

Apa yang terjadi?

Pada tanggal 14 November 2022, Pendidikan guru penggerak memasuki modul 2.2 yaitu tentang Pembelajaran sosial dan emosional. Pembelajaran dilakukan secara mandiri di LMS baik secara sinkronus maupun asinkronus. Selanjutnya dilakukan diskusi antara CGP dengan fasilitator dalam ruang kolaborasi. Pada ruang kolaborasi ini, saya berdiskusi dalam kelompok bersama anggota CGP lain yang sesuai dengan kelas masing-masing untuk mendiskusikan tentang tugas kompetensi sosial dan emosional, selanjutnya dihari berikutnya dilakukan presentasi hasil kerja kelompok.

Pada tanggal 23 November 2022, dilanjutkan dengan kegiatan elaborasi pemahaman tentang pembelajaran sosial dan emosional dari instruktur Agus Sampurno yang membahas mengenai konsep dasar pemahaman tentang PSE yang dapat diterapkan guru kepada anak didiknya dengan tujuan memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi (kesadaran diri), menetapkan dan menerapkan tujuan positif (pengelolaan diri), merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial), dan membuat keputusan yang bertanggung jawab.

Apa yang saya dengar, lihat, dan saya alami?

Selama mengikuti pembelajaran sosial dan emosional, saya banyak mendengar dan melihat bagaimana pembelajaran ini diterapkan dikelas dari pengalaman CGP dan dibantu Fasilitator untuk mengarahkan baik dalam diskusi-diskusi kelompok maupun dalam ruang kolaborasi yang sudah dijadwalkan sehingga saya mendapatkan pengalaman berharga dari CGP dan Fasilitator dalam saya menerapkan pembelajaran sosial dan emosional ini disekolah dan kelas saya tentunya. Inti dari pembelajaran ini adalah bagaimana guru dapat memahami begitu pentingnya pemahaman PSE dalam mengelola emosinya sehingga dapat menciptakan budaya positif dalam dirinya.

Apa reaksi saya pada saat itu?

Reaksi saya saat mempelajari modul 2.2 tentang pembelajaran sosial dan emosional ini pastinya sangat senang karena saya mendapatkan pencerahan bagaimana mengelola emosi saya ketika saya dihadapkan pada persoalan-persoalan saya dalam melakukan pembelajaran terhadap anak didik saya, sehingga lebih mampu mengelola kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran sosial, dan mengambil keputusan yang bertanggungjawab. 

SO WHAT? (Analisis dari peristiwa yang terjadi)

Bagaimana perasaan saya?

Perasaan saya selama mengikuti pembelajaran PSE, saya merasa sangat beryukur karena dengan pemahaman 5 KSE, mendapatkan pengalaman belajar baru baik dari modul LMS maupun dari praktek baik teman-teman CGP lain yang memperkaya pemahaman saya tentang PSE. Materi ini juga dapat membantu saya dalam mengelola kelas saat murid saat mereka berada pada titik-titik jenuh dalam belajar.

Apa pemikiran dan pendapat yang berubah dari saya?

Sebelum mempelajari materi ini saya berpikir bahwa pembelajaran sosial dan emosional merupakan kebiasaan, karakter maupun perilaku seseorang yang dapat saja muncul secara reflek dalam menanggapi sebuah permasalahan yang dihadapi dan sulit untuk diarahkan atau dikelola menjadi hal positif dalam diri seseorang. Ternyata sosial dan emosional seseorang dapat dilatih dan diarahkan dengan berbagai teknik misalnya dengan teknik STOP untuk menenangkan diri dalam mengelola emosi yang timbul. 

NOW WHAT? (Tindak lanjut dari peristiwa yang terjadi)

Dukungan apa yang dibutuhkan untuk menindaklanjuti refleksi saya?

Pembelajaran sosial dan emosional akan lebih berdampak pada murid apabila kegiatan ini dilakukan secara kolaboratif antara guru rekan sejawat, kepala sekolah, tenaga kependidikan dan tentunya orang tua murid, yang artinya dibutuhkan kemauan dan kesungguhan dari berbagai pihak.

Bagaimana yang saya kerjakan dahulu?

Saya akan memulainya mulai dari diri saya dahulu dengan menjadi rpbadi yang well being. Saya akan terus berusaha menciptakan iklim dan budaya positif, dan akan saya lakukan secara konsisten sehingga akan menjadi inspirasi bagi warga sekolah lain untuk terus belajar dan bertumbuh menjadi pribadi yang memiliki kompetensi sosial dan emosional.

Hal baru apa yang ingin dibagikan?

Terhadap murid, saya akan mulai menumbuhkan kompetensi sosial dan emosional mereka dengan merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan apa saja yang dapat menciptakan kesadaran penuh dalam pembelajaran dikelas.

Sedangkan terhadap rekan-rekan sejawat, saya akan membagikan pemahaman dan pengalaman saya dalam menguatkan KSE melalui : 

  1. Memodelkan peneran KSE dalam peran dan tugas
  2. Menciptakan budaya mengapresiasi dan menunjukkan kepedulian terhadap sesama
  3. Mengagendakan kegiatan
Demikian refkelsi saya atas Pembelajaran Sosial dan Emosional. Semoga bermanfaat.

Jurnal Refleksi Modul 2.1. Pembelajaran Untuk Memenuhi Kebutuhan Kebutuhan Belajar Murid

REFLEKSI TENTANG PEMBELAJARAN UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN  BELAJAR MURID MELALUI PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI


Model refleksi menggunakan Model 1: 4F (Facts, Feelings, Findings, Future).

Facts (Peristiwa) 

Perjalanan mempelajari modul 2.1 merupakan kelanjutan dari modul sebelumnya yaitu modul 1. Kegiatan diawali dengan pre-test, Dengan soal Panjang sempat terkendala jaringan, hampir dalam mengerjaannya tidak cukup waktu. Pembelajaran menggunakan alur MERDEKA (Mulai dari diri sendiri, Eksplorasi konsep, Ruang kolaborasi, Demonstrasi kontekstual, Elaborasi pemahaman, Koneksi antar materi, dan Aksi nyata). Mulai dari diri merupakan awal untuk mempersiapkan diri dalam menerima pengetahuan baru pada modul 2.1, kemudian dilanjutkan dengan eksplorasi konsep pemikiran kita dari modul yang sudah dipelajari, diskusi dengan rekan CGP dalam ruang kolaborasi untuk menemukan kesamaan persepsi serta saling memberi masukan konstruktif dalam menyusun rencana pembelajaran berdiferensiasi, secara mandiri menyusun RPP berdiferensiasi diunggah di LMS untuk mendapat umpan balik dari sesama CGP dan fasilitator, mendapat penguatan dari narasumber dalam elaborasi pemahaman, membuat keterkaitan dengan materi sebelumnya yang sudah dipelajari, dan diakhiri dengan aksi nyata praktik pembelajaran berdiferensiasi di kelas sesuai dengan RPP yang sudah dibuat. 

Feelings (Perasaan)

Pada modul 2.1 tentang pembelajaran berdiferensiasi membuat penasaran karena sebagai guru harus memberlakukan siswa sesuai dengan karakteristiknya. Selama ini hanya berfokus pada ketercapaian materi kurikulum, sehingga yang saya kejar adalah ketuntasan materi. Efek/ dampak yang ada mengabaikan bahwa ada banyak keragaman kebutuhan belajar murid dalam satu kelas. Hal ini sesuai dengan nilai-nilai filosofi dari KHD tentang belajar adalah menuntun murid mencapai tujuan, dan tentunya guru tidak bisa memaksa masing-masing murid untuk melewati jalan yang sama dalam mencapai tujuannya, namun guru dituntut bisa memfasilitasi murid dengan berbagai jalan alternatif yang sesuai dengan kebutuhan murid. 

Findings (Pembelajaran) 

Pembelajaran berdiferensiasi didesain agar guru bisa melaksanakan pembelajaran yang mampu mengakomodir berbagai macam kebutuhan belajar murid. Guru harus memiliki kepekaan dalam merespon semua kebutuhan belajar murid, hal ini dapat dilakukan dengan memperhatikan : bagaimana kesiapan belajar murid; bagaimana minat murid terhadap materi pembelajaran kita; dan seperti apa profil belajar murid. Kemudian dalam kegiatan pembelajaran, guru perlu juga memperhatikan strategi : diferensiasi konten; diferensiasi proses; dan diferensiasi produk. Dan dalam proses penilaian, guru menggunakan penilaian berjenjang. Harapannya, semua murid bisa memperoleh kesempatan yang sama dalam mengikuti pembelajaran, sehingga lingkungan yang aman dan nyaman pun akan didapatkan murid. 

Penerapan (Future)

Agar pembelajaran berdiferensiasi dapat diselenggarakan secara efektif, maka perlu pemetaan kebutuhan belajar murid berdasarkan kesiapan, minat dan profil belajar murid, agar guru dapat menentukan perbedaan konten, proses, serta produk dalam kegiatan pembelajaran. Yaitu dengan asesmen diagnostic non kognitif. Data pemetaan bisa diperoleh dari data murid pada tahun/semester sebelumnya, melalui angket, melalui pengamatan, atau wawancara dengan sesama rekan guru dan wali murid. Bagi saya ini merupakan pengetahuan baru, sehingga dalam prakteknya butuh proses dan terus belajar. Semoga dapat berkontribusi dalam transformasi pendidikan di Indonesia, murid menjadi aset yang kelak menjadi pemimpin bangsa.


Refleksi Modul 1.4. Pendidikan Guru Penggerak - Budaya Positif

 

Jurnal Refleksi Dwi Mingguan

Modul 1.4 - Budaya Positif

Eksplorasi konsep untuk Budaya positif yang ada pada modul 1.4 terdiri dari beberapa bagian yaitu.

2.1. Perubahan Paradigma -Stimulus Respon lawan Teori Kontrol

CGP dapat memahami miskonsepsi tentang kontrol dan selanjutnya mengadakan perubahan paradigma stimulus-respon menjadi teori kontrol. CGP juga melakukan refleksi atas penerapan praktik disiplin yang dijalankan di sekolahnya.

2.2. Arti Disiplin dan 3 Motivasi Perilaku Manusia

CGP dapat memahami konsep disiplin positif dihubungkan dengan teori motivasi perilaku manusia, serta konsep motivasi internal dan eksternal.

2.3. Keyakinan Kelas, Hukuman dan Penghargaan

CGP dapat memahami pentingnya memiliki keyakinan kelas sebagai fondasi dan arah tujuan sebuah sekolah/kelas, yang akan menjadi landasan dalam memecahkan konflik atau permasalahan di dalam sebuah sekolah/kelas, yang pada akhirnya akan menciptakan budaya positif. 

2.4. Lima (5) Kebutuhan Dasar Manusia

CGP memahami bahwa setiap tindakan murid dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yang berbeda-beda dan agar menjadi individu yang selamat dan bahagia, kebutuhan dasar harus terpenuhi secara positif. CGP memahami bahwa kebutuhan dasar dapat dipenuhi dengan cara positif atau negatif oleh karena itu peran guru adalah memberdayakan anak agar dapat memenuhi kebutuhannya secara positif.

2.5 Lima (5) Posisi Kontrol 

CGP dapat melakukan refleksi atas praktik disiplin yang dijalankan selama ini dan dampaknya untuk murid-muridnya. CGP dapat mengetahui dan menerapkan disiplin restitusi di posisi Monitor dan Manajer agar dapat menciptakan lingkungan positif, aman, dan nyaman dan dapat menghasilkan murid-murid yang lebih mandiri, merdeka, dan bertanggung jawab.

2.6 - Segitiga Restitusi

CGP memahami dan menerapkan restitusi melalui tahapan dalam segitiga restitusi sebagai salah satu cara menanamkan disiplin positif pada murid sebagai bagian dari budaya positif di sekolah agar menjadi murid merdeka.

Pada Minggu ke delapan kita belajar mengenai penerapan budaya positif di kelas atau di sekolah.Budaya positif merupakan salah satu penentu keberhasilan keberhasilan pembelajaran di kelas.

Pada pembuatan jurnal mingguan ini saya masih menggunakan Model 1: 4F (Facts, Feelings, Findings, Future) 4F merupakan model refleksi yang dikembangkan oleh Dr. Roger Greenaway. 4F dapat diterjemahkan menjadi 4P, dengan pertanyaan sebagai berikut (disesuaikan dengan yang sedang terjadi pada saat penulisan jurnal):

Berikut ini contoh jurnal minggu kedelapan dari kegiatan pembelajaran Mengenai budaya positif di sekolah yang ada pada modul 1.4.

Peristiwa 

  • Banyak hal baru yang saya pelajari dari modul 1.4. tentang budaya positif ini, saya mengetahui konsep tentang disiplin positif,motivasi perilaku manusia,keyakinan kelas,hukuman dan penghargaan, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, dan segitiga restitusi. 
  • Materinya sangat banyak dan merupakan pengetahuan baru bagi saya pribadi mengenai keyakinan kelas,dampak penerapan penghargaan bagi murid.selain itu saya juga memahami bagaimana cara menerapkan displin positif bagi diri sendiri dan murid saya.
  • Membutuhkan membaca intensif untuk memahami materi-materi yang ada di modul 1.4 karena banyak materi yang harus dipelajari dan membutuhkan pemahaman yang lebih untuk bisa menyerap dan menerapkan konsep budaya positif di sekolah/kelas.

Perasaan 

  • Perasaan saya sangat senang, tambah ilmu dan pengetahuan baru dan semakin membuka wawasan saya untuk menjadi guru yang lebih baik. Ada beberapa disiplin positif yang sudah saya jalankan di kelas sesuai dengan konsep budaya positif meskipun belum maksimal menerapkan disiplin positif tersebut yang berpihak pada murid. Yakni disiplin positif yang saya terapkan masih sebatas untuk menjalankan peraturan agar terlepas dari sanksi hukum atau sekedar mendapatkan penghargaan. 
  • Padahal yang seharusnya disiplin positif adalah untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. 

Pembelajaran 

  • Setelah mempelajari modul budaya positif ini, akhirnya saya melakukan refleksi diri, ternyata banyak konsep yang sudah saya jalankan meskipun belum maksimal, contohnya pada posisi kontrol selama ini saya kebanyakan masih pada posisi penghukum dan memberikan penghargaan pada siswa , terkadang di posisi teman namun belum bisa pada posisi kontrol sebagai manajer. 
  • Pada konsep pemenuhan kebutuhan dasar, selama ini saya tidak pernah berfikir bahwa siswa yang berbuat salah sebenarnya siswa tersebut sedang dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan dasarnya yang harusnya bisa saya arahkan cara pemenuhannya dengan cara yang positif. Keyakinan kelas dan segitiga restitusi juga sudah saya lakukan namun semuanya masih belum sepenuhnya berpihak pada murid. 

Penerapan

  • Kedepan saya akan berusaha melaksanakan budaya positif dengan penuh harapan agar murid saya menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya . 
  • Melalui budaya positif yang nantinya akan saya terapkan di kelas, saya ingin merealisasikan stigma yang pernah saya dengar yaitu "Tidak ada murid yang nakal/bodoh, yang ada adalah murid yang belum ketemu dengan guru yang tepat". Semoga saya adalah salah satu dari guru yang tepat tersebut melalui penerapan budaya positif ini.

 

ENAM POKOK PEMIKIRAN FILOSOFIS PENDIDIKAN KI HADJAR DEWANTARA



Sebuah contoh Koneksi Antar Materi Kesimpulan dan Refleksi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara pada Modul 1.1 Pendidikan Guru Penggerak Angkatan-6


Ada enam pokok filosofis tentang pendidikan yang saya rangkum dalam modul 1.1 ini, yaitu : 

Pertama, pendidikan sebagai tuntunan.

Dalam konteks sosial budaya, 'menuntun' diwujudkan dalam keteladanan guru dalam proses pendidikan, baik keteladanan sikap, karakter, dan perilaku, karena anak belajar dari apa yang mereka lihat dan rasakan. Menuntun juga berarti mendidik dan mengajar anak sesuai potensi, minat, dan bakatnya.



Kedua, kodrat alam dan kodrat zaman.

Pendidikan harus mempertimbangkan kodrat alam dan kodrat zaman karena kedua hal ini tidak dapat dipisahkan dalam diri anak. Seorang anak telah memiliki kodrat alam potensi, bakat, kemampuan yang unik, berbeda-beda satu sama lain sehingga guru diharapkan mampu memfasilitasi mereka agar bisa tumbuh maksimal sesuai jenjang usia mereka. Pembelajaran akan menjadi menyenangkan jika dilakukan sesuai kodrat anak, yaitu bermain. Sementara kodrat zaman, bagaimana seorang guru mampu membimbing anak agar siap hidup mandiri dalam zaman yang terus berubah.


Ketiga, Petani.

Guru ibarat petani, yang menyiapkan lahan, memupuk, mengairi, dan membersihkan hama agar bibit tumbuh subur, berbunga, kemudian berbuah. Petani dapat mengupayakan tumbuhnya bibit dengan sebaik-baiknya, tetapi tidak dapat mengubah kodrat bibit menjadi tanaman lain. Demikian pula guru. Guru dapat mengupayakan bertumbuhnya potensi anak dengan sebaik-baiknya, tetapi tidak dapat mengubah kodrat anak.



Keempat, Prinsip Bukan Tabula Rasa.

Anak lahir bukan kertas kosong yang bisa diisi oleh orang dewasa sesuai kehendaknya. Anak sudah membawa garis-garis dan coretannya masing-masing. Tugas guru adalah menebalkan garis yang baik-baik dan membiarkan garis yang tidak baik agar tidak terlihat. Guru menuntun anak agar menampakkan potensinya menjadi nyata, sekaligus meminimalisasi sifat atau tabiat buruknya.

Kelima, Budi pekerti.

Pendidikan itu adalah benih-benih kebudayaan yang dapat mengantarkan murid pada budi pekerti olah cipta, olah rasa, olah karsa dan olahraga yang luhur. Dalam budaya Bali, dikenal adanya Tri Hita Karana, yaitu hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, hubungan yang harmonis antar sesama manusia, dan hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam.

Keenam, Berhamba pada anak.

Ini berarti pendidikan yang mengutamakan anak, berpusat pada anak, dan memuliakan anak. Pendidikan dilakukan untuk satu-satunya tujuan, yaitu membuat anak menjadi selamat dan bahagia.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, anak / murid harus dipandang dengan rasa hormat dan menjadi pusat dalam pembelajaran. Guru dan murid memiliki keduidukan yang sejajar dalam dunia pendidikan. Anak adalah hal yang paling bernilai. Guru harus menerima macam-macam anak yang berbeda sesuai kodrat dan fitrahnya. Guru diibaratkan sebagai petani harus mampu memfasilitasi tumbuh kembang keanekaragaman tersebut melalui penciptaan ekosistem belajar yang menyenangkan dan selalu dibingkai dalam nilai-nilai luhur pancasila.



Pemikiran Ki Hadjar Dewantara dalam pendidikan juga dikenal nama Trilogi Pendidikan dengan semboyan “Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, dan Tut Wuri Handayani”. . Ing Ngarso Sung Tulodo, berarti ketika guru berada di depan, seorang guru harus memberi teladan atau contoh dengan tindakan yang baik Ing Madyo Mangun Karso berarti pada saat di antara peserta didik, guru harus menciptakan prakarsa dan ide dan membangun kemauan. Tut wuri handayani berarti dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan.



Untuk mencapai tujuan Pendidikan, Ki hajar Dewantara menerapkan metode among dalam pembelajaran. Among (emban) memiliki pengertian menjaga, membina, dan mendidik anak dengan kasih sayang, membimbing sang anak dengan ikhlas sesuai bakat dan minat yang di asuh , memberikan 'tuntunan' agar anak dapat menemukan kemerdekaannya dalam belajar. Metode among juga dikenal dengan "Metode pengajaran dan Pendidikan berdasarkan Asih, Asah, dan Asuh."

Selain metode among, ada tiga metode yang dipakai oleh Ki Hadjar Dewantara dalam mengajarkan budi pekerti berdasarkan urutan-urutan pengambilan keputusan berbuat artinya kita bertindak sebaiknya berdasarkan urutan yang benar, sehingga tidak ada penyesalan.



Tiga metode tersebut adalah: ngerti, ngrasa dan nglakoni.

Pertama, Metode ngerti maksudnya adalah memberikan pengertian yang sebanyak-banyaknya kepada anak. Di dalam pendidikan budi pekerti anak diberikan pengertian tentang baik dan buruk. Di samping itu juga diajarkan tentang aturan yang berlaku dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara serta beragama.

Kedua, Metode ngrasa maksudnya adalah berusaha semaksimal mungkin untuk memahami dan merasakan tentang pengetahuan yang diperolehnya. Dalam hal ini anak didik untuk dapat memperhitungkan dan membedakan antara yang benar dan yang salah.



Ketiga, Metode nglakoni maksudnya adalah mengerjakan setiap tindakan, tanggung jawab telah dipikirkan akibatnya berdasarkan pengetahuan yang telah didapatnya. Jika sudah mantap dengan tindakan yang akan dilakukan hendaknya segera dilakukan jangan ditunda-tunda.

Untuk keberhasilan tujuan Pendidikan maka menurut Kihajar Dewantara Pendidikan bukan hanya tanggung jawab sekolah saja, tetapi juga menjadi tanggung jawab keluarga dan masyarakat yang dikenal dengan Tri Sentra Pendidikan. Tri centra Pendidikan yaitu suatu pelaksanaan pendidikan yang dilakukan bersama-sama oleh keluarga, sekolah dan masyarakat untuk membentuk manusia yang unggul, berbudi pekerti dan cerdas. Dimulai Pendidikan dari rumah sebagai pondasi pertama dan utama selanjutnya Pendidikan yang dilaksanakan di sekolah dan lingkungan masyarakat yang kondusif.

Intisari pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan adalah bagaimana memerdekakan belajar, guna mencapai kemerdekaan belajar yang tujuan utamanya adalah menjadikan siswa yang memiliki profil pelajar Pancasila. Profil pelajar Pancasila terdiri atas: Beriman, Bertakwa kepada Tuhan YME dan Berakhlak Mulia, Berkebhinekaan Global, Bergotong royong, Kreatif, Bernalar kritis, dan Mandiri. Ini berarti dalam melaksanakan pendidikan dan pengajaran kepada anak-anak, Ki Hajar Dewantara menganjurkan agar pendidik tetap memperhatikan segala potensi anak-anak, yaitu jiwa, jasmani, etika, moral, estetika dan karakter dengan paduan budaya sesuai dengan perubahan zaman.


Refleksi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara

Setelah saya mempelajari dan merefleksikan Filosofis Pemikiran Ki Hajar Dewantara, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mewujudkan “Merdeka Belajar” sebagai Calon Guru Penggerak yakni:

1) Apa yang saya percaya tentang murid dan pembelajaran di kelas sebelum saya mempelajari modul 1.1 ?



Sebelum mempelajari modul 1.1, ada beberapa hal yang saya yakini diantaranya :

Pertama, Saya meyakini dan percaya bahwa niat para siswa datang ke sekolah adalah untuk mempelajari ilmu pengetahuan.

Kedua, Dalam pembelajaran saya memandang pentingnya transfer pengetahuan dari guru kepada siswa, sehingga guru harus aktif mengajar dan siswa duduk di tempat duduknya masing-masing.

Ketiga, Dalam pembelajaran yang saya lakukan saya lebih sering menggunakan metode atau strategi yang bagus menurut saya tetapi tidak pernah memperhatikan kebutuhan siswa atau pembelajaran seperti apa yang mereka inginkan.



Keempat, Saya tidak pernah membuat kesepakatan bersama saat mengawali pelaksanaan pembelajaran.

Kelima, Saya sering memberikan hukuman kepada siswa saat mereka tidak mengerjakan tugas-tugas yang saya berikan.

Keenam, saya sangat menginginkan dalam proses pembelajaran yang saya lakukan siswa harus bisa tertib, duduk yang rapi, diam, dengan pandangan yang terpusat kepada gurunya dengan harapan dapat membuat siswa dengan mudah memahami materi-materi yang saya sampaikan.


Ketujuh, disekolah maupun di dalam kelas saya kurang memperhatikan penampilan visual saya sebagai guru. Ketika tampil di diantara teman-teman guru maupun di hadapan siswa, saya sering berpenampilan kurang rapi utamanya penampilan rambut dan style pakaian yang saya gunakan.

Kedelapan, Fokus kegiatan pembelajaran adalah ketuntasan target kurikulum dalam satu semester seperti yang tertuang dalam dokumen program tahunan. Mengutamakan ketuntasan kurikulum merupakan hal yang penting dengan tercapainya standar angka-angka yang tinggi. Hasil akhir dalam pembelajaran diharapkan anak mampu mengerjakan ujian dan tugas dengan benar.

2) Apa yang berubah dari pemikiran atau perilaku saya setelah mempelajari modul ini?

Hal yang berubah dari pemikiran atau perilaku saya setelah mempelajari modul ini adalah terjadinya perubahan dalam pola pikir saya terhadap siswa dan pembelajaran.


Saya sangat optimis ada mimpi dan cita cita dalam benak setiap anak saat mendatangi sekolah. Saya percaya murid punya inisiatif belajar meski tidak disuruh guru. Ternyata niat murid ke sekolah tidak sama, ada yang ingin menggapai cita-citanya ada juga yang mereka datang ke sekolah karena rutinitas semata bahkan ada juga hanya sebatas untuk uang jajan atau mendapatkan teman pribadi. Guru harus mengenal keberagaman dari peserta didik. Menuntun dan memotivasi murid menemani perjalanan menuju cita-citanya menjadi manusia unggul.


Siswa seharusnya diposisikan sebagai subjek pendidikan yang memegang peranan penting terhadap jalannya pembelajaran. Guru sebagai fasilitator yang mengarahkan siswa belajar sesuai potensi, minat, bakat, dan cara belajarnya.
Pembelajaran hendaknya dilaksanakan dengan cara ‘among’, yakni menuntun potensi anak berdasarkan budaya.


Pembelajaran dilaksanakan bukan dengan tuntutan kepada anak, tetapi dengan memberikan kebebasan kepada anak untuk belajar sesuai kebutuhannya sehingga tercipta kemerdekaan belajar. Ketercapain kurikulum harus dicapai tanpa membatasi kemerdekaan belajar siswa.
Sebaiknya kita sebagai guru harus melakukan asessmen diagnostik awal untuk mengetahui kebutuhan siswa, profil siswa, gaya belajar siswa, metode belajar seperti apa yang mereka inginkan, sehingga kita sebagai guru dapat merancang pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan yang dibutuhkan siswa.


Pembelajaran seharusnya dilaksanakan dengan berbagai cara, model, atau metode, seperti kooperatif learning, inquiri, discovery, problem based learning, maupun project based learning, serta menggunakan berbagai sumber belajar, seperti lingkungan, surat kabar, majalah, narasumber, maupun internet.


Proses pembelajaran dilaksanakan untuk mengembangkan semua potensi anak, baik budi pekerti, pikiran, maupun tubuhnya agar menjadi anak yang selamat dan bahagia.
Sebagai guru, saya harus memberikan keteladanan kepada siswa, dalam hal sikap, penampilan, kemandirian, disiplin, gotong royong, dan kolaborasi dalam menyelesaikan masalah.


Tugas kita sebagai pendidik adalah menuntun, membimbing peserta didik dalam mencari dan menemukan konsep-konsep teori dan membantu mereka menerapkan konsep dan teori yang sudah mereka pelajari dalam kehidupannya sehingga anak-anak atau peserta didik tidak kehilangan arah dan membahayakan hidupnya.

3) Apa yang bisa segera saya terapkan lebih baik agar kelas saya mencerminkan pemikiran Ki Hadjar Dewantara?

Hal yang pertama saya lakukan adalah berliterasi. Ibarat seorang petani maka saya harus berliterasi tentang tehnik menanam dan menghasilkan tanaman yang berkualitas. Melalui Pendidikan Guru Penggerak ini, saya akan banyak belajar tentang berbagai teknik pembelajaran yang sesuai filosofi pendidikan KHD baik melalui LMS, Instruktur, Fasilitator, Guru Pendamping maupun rekan-rekan CGP Lainnya.
Sebagai pendidik, saya harus bisa menjadi tauladan, bersikap dan berpenampilan yang baik, mampu memberi semangat serta memberi dorongan dalam menanamkan pendidikan karakter meliputi: kedisiplinan dan kerjasama, tolong menolong dalam setiap kegiatan yang ada disekolah.


Menumbunhkembangkan pendidikan karakter peserta didik dengan pembiasaan seperti mengawali aktifitas pembelajaran dengan berdoa, saling menghargai pendapat ketika berdiskusi, memberikan kata-kata positif untuk teman sebangku/sekelas, memberikan pujian, menyampaikan permohonaan maaf jika melakukan kesalahan baik sengaja maupun tidak dan terakhir membudayakan budaya lokal untuk mentransformasikan pendidikan karakter peserta didik.


Untuk mengetahui karakteristik siswa, saya akan melakukan asesmen diagnosis mengenai potensi, minat, bakat, dan cara belajar siswa.


Dalam pembelajaran, saya akan lebih banyak memposisikan diri sebagai fasilitator yang mengarahkan anak mengembangkan potensi dirinya, dengan memberikan berbagai sumber belajar dan cara belajar yang beragam. Siswa juga akan lebih sering diajak berkomunikasi tentang keinginannya dalam pembelajaran, hambatan yang ditemui, dan mendiskusikan cara mengatasi hambatan tersebut.


Semoga bermanfaat.

Contact Form

Name

Email *

Message *